1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Di dalam kurun waktu 10 tahun trakhir ini terjadi peningkatan yang
luar biasa dari jumlah penyandang autisme infatil. Hal ini terjadi di seluruh
belahan dunia, termasuk di Indonesia. Peningkatan jumlah penyandang autisme
diperkiralan 1 per 5000 anak dan sekarang sudah meningkat menjadi 1 per 5000
anak (Melly Budhiman, 1999). Autisme dapat terjadi pada semua kalangan bai kaya
atau miskin, kelas bawah, kelas atas, pedesaan, kota dan dapat terjadi pada
anak-anak dari semua kelompok etnik dan budaya di seluruh dunia (Rudy Sutadi,
1997; Whally dan Wong, 1999). Autisme merupakan gangguan proses perkembangan
yang terjadi dalam tiga tahun pertama kehidupan yang menyebabkan gangguan pada
bahasa, kognitif, sosial dan fungsi adaptif (Rudy Sutadi, 1999; S. Shirataki,
1998).
Dalam keadaan yang lebih normal, orang tua cenderung menganggap
anak-anak sebagai perluasan diri mereka sendiri dan melihat di dalam diri anak.
Anak mereka merupakan warisan genetik dan aspek-aspek tertentu kepribadian
mereka (Soetjiningsih, 1995). Pandangan seperti ini dapat menjadi patologis
jika anak ternyata tidak sesuai dengan yang diharapkan (Nelson, 1988). Orang
tua dari anak-anak yang sakit kronis yang menderita gangguan emosional
mempunyai risiko untuk mengembangkan sikap tidak sehat dan destruktif terhadap
anak mereka (Adriana, 1999; Nelson 1988). Kondisi seperti ini akan mempengaruhi
pola asuh orang tua terhadap anak penyandang autisme.
Masalah autisme masih merupakan fenomena baru yang mengalami
peningkatan di akhir dekade ini. Pengetahuan masyarakatpun masih sangat
terbatas. Sedangkan penangan anak penyandang autisma memerlukan perlakuan yang
khusus (Adriana, 1999). Sikap orang tua yang diwujudkan dalam pola asuh sangat
dominan berpengaruh terhadap perkembangan anak selanjutnya. Pola asih tersebut
adalah otoriter, serba membolehkan, anak tak acuh dan timbal balik (Rutter,
1997). Pola asuh yang sesuai sangat diperlukan untukj menangani anak penyandang
autisma secara lebih efektif. Dala pengembangan perspektif yang lebih
realistis, perlu digali kecenderungan pola asuh keluarga pada anak autisma
dalam usaha mengembangkan metode-metode yang lebih efektif dan efisien untuk
menangani anak penyandang autisma.
Keterlibatan orang tua sebagai orang yang terdekat di dalam keluarga
dan orang yang pertama-tama menerima bahwa anak mereka adalah penyandang
autisme sangat diperlukan. Hal ini perlu, karena dengan demikian diharapkan
dapat secara serius menangani tata laksana anak penyandang autisma. Salah
satunya dengan menggali kecenderungan pola asuh keluarga, sehingga bisa dikaji
hal-hal yang perlu dilakukan untuk penatalaksanaan dan pola suh yang paling
sesuai dengan yang mempunyai prinsip-prinsip tatalaksana perilaku yang berbeda
dengan pola pengasuhan umumnya.
Rumusan Masalah
1.
Apakah keluarga cenderung menggunakan pola asuh otoriter terhdapa anak
penyandang autisma ?
- Apakah keluarga cenderung menggunakan pola asuh serba membolehkan terhadapa anak penyandang autisma ?
- Apakah keluiarga cenderung menggunakan pola asuh acuh tak acuh terhdapa anak penyandang autisma ?
- Apakah keluarga cenderung menggunakan pola asuh timbal balik terhdapa anak penyandang autisma
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui kecenderungan pola asuh yang
digunakan keluarga terhadap anak penyandang autisma.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.
Mendidentifikasi sejauh mana
kecenderungan keluarga menggunakan pola asuh otoriter terhdapa anak penyandang
autisma.
2.
Menidentifikasi seberapa jauh
kecenderungan keluarga menggunakan pola asuh serba membolehkan terhadap anak
penyandang autisma.
3.
Menidentifikasi seberapa jauh
kecenderungan keluarga menggunakan pola asuh acuh tak acuh terhadap anak penyandang autisma.
4.
Menidentifikasi seberapa jauh kecenderungan
keluarga menggunakan pola asuh timbal balik terhadap anak penyandang autisma.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Dapat digunakan sebagai panduan dalam
upaya memberikan pola asuh yang sesuai terhadap anak penyandang autisma.
1.4.2 Sebagai bahan informasi bagi peneliti
berikutnya.
1.4.3 Memberikan masukan
kepada keluarga tentang pola asuh anak penyandang autisma
yang sesuai.
2. TUNJAUAN PUSTAKA
2.1 Pola Asuh
Pola asuh adalah
serangkaian pengasuhan orang tua yang meliputi psiko, sosio, spiritual yang
dapat mempengaruhi perkembangan jiwa anak (Kaplan dan Sadock, 1997).
2.2 Macam-Macam Pola Asuh
Menurut Rutter
(1997) menggambarkan empat macam gaya pengasuhan orang tua, antara lain :
1.
Otoriter
Adalah suatu gaya pengaasuhan yang ditandai dengan adanya
aturan yang kaku dan ketat yang dapat menyebabkan depresi pada anak.
2.
Serba membolehkan
Adalah suatu sikap atau gaya pengasuhan orang tua yang
ditandai dengan kesabaran dan tidak ada penentuan batas-batas yang dapat
menyebabkan kontrol impils yang buruk.
3.
Pola asuh acuh tak acuh
Adalah suatu sikap atau gaya mengasuh orang tua kepada
anak yang ditandai dengan penelantaran dan tidak adanya keterlibatan yang
menyebakan perilaku agresif.
4.
Pola asuh timbal balik
Adalah suatu sikap ayau gaya pengauhan orang tua kepada
anak yang ditandai dengan pengambilan keputusan secara bersama-sama dengan
perilaku yang diarahkan dengan cara yang rasional yang dapat menyebakan rasa
percaya diri.
2.3 Autisme Masa Kanak
Autisma masa
kanak adalah gangguan perkembangan pervasif yang ditandai oleh adanya
abnormalitas da/atau hendaya perkembangan yang muncul sebekum usia 3 tahun, dan
dengan ciri fungsi yang abnormal dalam tiga bidang dari interaksi sosial.
komunikasi dan perilaku yang terbatas dan berulang. Gangguan ini dijumpai 3 sampai
4 kali lebih banyak pada anak laki-laki dibanding dengan anak perempuan (PPDGJ,
1993; N.Keltner, 1991; Maramis, WF., 1995). Istilah autisma dipinjam dari
bidang schizophrenia, dimana Bleiler memakai istilah autisma ini untuk
menggambarkan perilaku pasien schizophrenia yang menarik diri dari dunia luar
dan menciptakan dunia fantasinya sendiri. Kanner ingin menggambarkan bahwa
anak-anak tersebut juga hidup dalam dunianya sendiri, terpisah dari dunia luar.
Namun terdapat perbedaan yang jelas antara penyebab dari autisma
pada penderita schizophrenia dan penyandang autisma masa kank. Pada
schizophrenia autisma disebabkan oleh proses regresi oleh penyakit jiwa,
sedangkan pada anak dengan autisma disebabkan karena adanya kegagalan
perkembangan (Melly Budhiman, 1998).
Menurut Ika Widyawati (1997) ada beberapa macam teori tentang
penyebab autisma, anatara lain :
2.3.1 Teori Psikososial
Dalam teori
psikososial, Kanner mempertimbangkan adanya pengaruh psikogenik sebagai
penyebab autisma: orang tua yang emosional, kaku dan obsesif yang mengasuh anak
yang kurang hangat bahkan cenderung dingin. Pendapat lain mengatakan adanya
trauma pada anak yang disebabkan oleh hostilisasi yang tak disadari dari ibu.
Teori ini ditentang oleh Rudy Sutadi (1997) ternyata terbukti bahwa cara orang
tua memperlakukan anak tidak ada hubungan dengan terjadinya autisma.
2.3.2 Teori Biologis
Teori ini
berkembangan karena beberapa fakta seprti adanya hubungan yang erat dengan
retardasi mental (75-80%), perbandingan laki-laki : Perempuan = 4:1,
meningkatnya insidens gangguan kejang (25%). Sehingga diyakini bahwa gangguan
autisma ini merupakan suatu sindrom perilaku yang dapat siebabkan oleh berbagai
kondisi yang mempengaruhi sistem saraf pusat yaitu diduga adanya disfungsi dari
batang otak, sistem limbik dan cerebellum. Gangguan fungsi cerebellum yang
sangat khas pada penyandang autisma adalah ketidakmampuannya untuk mengalihkan
perhatian dengan cepat. Gangguan sistem limbik pada umumnya kurang dapat
mengendalikan emosinya, sering agresivitas yang ditujukan pada orang lain atau
diri-sendiri.
2.3.2.1 Faktor genetika
Peran faktor genetika makin jelas dengan diketemukan anak-anak
kembar satu telur yang kedua-duanya menderita gangguan autisma. Kecuali saudara
kembar, banyak pula diketemukan beberapa anak dalam satu keluarga yang
menderita gangguan yang sama. Penelitian dalam bidang genetika sampai saat ini
masih dilakukan dengan gigih dan telah ditemukan beberapa kromosom yang ada
hubungannya dengan autisma.
2.3.2.2 Faktor perinatal
Komplikasi pranatal, perinatal dan neonatal yang meningkat juga
diketemukan pada anak dengan autisma.
2.3.2.3 Hipotesis neurokemistri
Disfungsi neurokemistri merupakan dasar dari perilaku dan kognitif
abnormal. Jenis neurotransmitter yang
diduga mempunyai hubungan dengan autisma antara lain : serotonin, dopamin dan
opoid endogen.
2.3.3 Teori imunologi
Ditemukan penurunan respon dari sistem imun pada beberapa anak
autisma meningkatkan kemungkinan adanya dasar imunologis pada beberapa kasus
autisma. Antibodi nenerapa ibi terhadap antigen leukosit anak yang autistik
memperkuat dugaan, karena ternyata antigen leukosit tersebut juga ditemukan
sel-sel otak.
2.3.4 Infeksi virus
Peningkatan frekuensi yang tinggi dari gangguan autisma pada
anak-anak dengan congenital rubella, herpes zoster, encephalitis dab
cytomegalovirus infection.
2.3.5 Gejala dan tanda menurut Rudy Sutadi (1997)
Perkembangan anak mungkin mengikuti pola perjalanan yang tidak
berbeda seperti anak-anak lain. Masalah baru nyata , jika faktor-faktor yang
berhubungan dengan autisme mulai terlihat pengaruhnya pada kemampuan anak untuk
berkembang secara konsisten. Anak dengan autisma meungkin menunjukkan
keterlambatan sebelum umur 30 tahun, terutama pada kemampuan bicara dan
keteramplan sosial.
2.3.5.1 Masalah komunikasi
Umumnya penyandang autisma menunjukkan kesulitan dalam penggunaaan
atau pengertian bahasa, tetapi tidak mempunyai pola yang sama, atau hasil yang
sama. Anak dengan autisma tidak mempunyai pola biasa dari perkembangan bahasa
mereka bervariasi, beberapa tidak pernah bicara, kemudian kemampuan bicaranya
menghilang begitu saja.
2.3.5.3 Masalah Sensorimotor
Anak dengan autisma mempunyai respon yang tidak biasa terhadap
hipersensitif dan ada yang hiposenstif.
2.3.5.4
Masalah hubungan sosial dan
emosional
Penyandang autisma sering hanya menyendiri dan tetap di luar
kelompok aktivitas, tidak membuat usaha untuk bergabung . Pada umumnya
penyandang autisma ini tidak melakukan permainan imajinatif menunjukkan
keterikatan ekstrim pada suatu atau beberapa benda, membawanya setiap saat.
2.3.5.5
Masalah bantu diri
Selama perkembangan normal, umumnya anak-anak secara bertahap
mengambil alih Kegiatan untuk keperluan mereka sendiri. Anak mungkin terlambat
dalam mecapai keterampilan bantu diri, tetapi mampu belajar untuk mengurus diri
sendiri secara mandiri dengan program madifikasi perilaku.
3. Metodologi Penelitian
3.1 Desain penelitian
Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui kecendrungan pola asuh yang digunakan keluarga terhadapa anak
pengandang autisma. Berdasarkan tujuan diatas maka penelitian ini merupakan
penelitian diskriptif tipe cross sectional (Nursalam, Pariani s, 2000 ; Azwar
A., 1987). Peneliti melakukan obeservasi atau pengukuran variavel sesaat,
sehingga subyek penelitian diobservasi satu kali saja dan pengukuran variabel
dependent danindependent dilakukan pada saat pemerikssan atau pengkajian data
(Sastroasmoro dan Ismael, 1985).
3.2. Frame Work
Independent Dependent
|
||||||||
|
||||||||
Variabel
Pengontrol
Keterangan :
: Variabel dala korak
ini adalah variabel yang diteliti
:
Variabel dalam kotak ini adalah variabel yang tidak diteliti
: Arah hubungan variabel
3.2.1 Identifikasi variabel
3.2.1.1 Variabel Independent
adalah variabel yang bila ia berubah akan mengakibatkab
perubahan variabel lain, dala hal ini
adalah orang tua dengan anak penyandang autisma.
3.2.1.2 Variabel Dependent
adalah variabel yang berubah akibat perubahan variabel
bebas yaitu pola asuh keluarga yang terdiri dari pola asuh otoriter, serba
membolehkan, acuhtak acuh dan timbal balik.
3.2.1.3 Variabel kendali
adalah garis variabel yang berhubungan dengan variabel
bebas dan berhubungan dengan variabel tergantung tetapi bukan merupakan
variabel antara, yaitu : pendidikan, umur, tipe keluarga, jumlah saudara,
kedudukan anak, suku bangsa, pekerjaan dan jenis kelamin.
3.3 Populasi, Sampel dan Teknik Sampling
3.3.1 Populasi
Populasi adalah sekelompok subyek atau data dengan
karakteristik tertentu (Sastroasmoro, 1995). Subyek penelitian ini adalah
seluruh aorang tua yang anaknya mengalami autisma dan dikonsultasikan di Poli
Jiwa RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
3.3.2 Sampel dan Sampling
Sampel adalah sebagian dari populasi yang diteliti
(Sastroasmoro, 1995). Pada penelitian ini sampel diambil dari seluruh orang tua
yang anaknya mengalami autisma dan dikonsultasikan di poli jiwa RSUD Dr. Soetmo
Surabaya. Pemilihan sampel secara total sampling, sehingga semua orang tua
dengan anak penyandang autisma dijadikan responden. Besarnya sampel tergantung
jumlah orang tua yang ada pada saat penelitian yang memenuhi kriteria inklusi.
3.3.3 Kriteria Sampel
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek
penelitian pada populasi target dan populasi terjangkau (Sastroasmoro, 1995).
Penelitian ini dengan krteria inklusi sebagai berikut :
1.
Orang tua dengan anak
penyandang autisme yang dikonsultasikan di pol;I jiwa RSUD Dr. Soetmo Surabaya
2.
Orang tua bersedia
menandatangani informed consent
3.
Tidak mengalami gangguan jiwa
Kriteria eksklusi, sebagian subyek yang tidak layak
untuk diteliti menjadi sampel yaitu :
1.
Tidak bersedia untuk diteliti
2.
Terdapat keadaan atau penyakit
lain yang mengganggu pengukuran maupun interpretasi
3.
Terdapat keadanyangmengganggu
penatalaksanaan
Definisi Operasional
Adalah semua variabel dan istilah yang akan digunakan
dalam penelitian secara operasional, sehingga mempermudah pembaca/penguji dalam
mengartikan makna penelitian (Nursalam, Pariani, 2000).
1.
Pola asuh adalah cara pengasuha
orang tua kepada anak selama di rumah.
2.
Orang tua dengan anak
penyandang autisma adalah orang tua yang mempunyai anak penyandang autisma dan
berkumpul dalam satu rumah.
3.
Pola asuh otoriter adalah sikap
atau cara orang tua mengasuh anak yang ditandai dengan aturan yang kaku dan
ketat.
4.
Pola asuh serba membolehkan
adalah gaya pengasuhan orang tua denga tidak ada penentuan batas-batas.
5.
Pola asuh acuh tak acuh adalah
gaya mengasuh orang tua yang ditandai dengan penelantaran.
6.
Pola asuh timbal balik adalah
gaya mengasuh orang tua dengan gaya demokrasi.
7.
Kecendrungan adalah inklinasi.
Pengumpulan Data dan Analisa Data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan alat ukur
berupa kuesioner yang dibuat oleh peneliti, ditujukan kepada subyek yang
memenuhi kriteria inklusi. Dari hasil pengisian kuesioner dilakukan dengan cara
deskriptif dengan menggunakan tabel distribusi , kemudian dilakukan tabulasi
silang (Nursalam, Pariani, 2000). Setelah data terkumpul, kemudian ditabulasi
dalam tabel sesuai dengan varibel yang hendak diukur dan dilakukan analisa
terhadap data tersebut.
Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian , peneliti mengajukan
permohonan ijin kepada panitia etik RSUD Dr. Soetmo Surabaya untuk mendapatkan
persetujuan. Setelah mendapatkan persetujuan kuesioner dibagikan ke subyek yang
diteliti dengan menekankan pada masalah etika yang meliputi :
Lembar persetujuan diberikan
kepada responden kepada orang tua yang memenuhi kriteria inklusi diberikan lembar pertanyaan peneliti
untuk bersedia menjadi responden penelitian, disertai judul penelitian dan manfaat penelitian. Jika
subyek menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap
menghormati haknya.
Anonimity (tanpa nama)
Untuk menjaga kerahasian identitas subyek, peneliti
tidak akan mencantumkan nama subyek pada lembar pengumpulan data yang diisi
oleh subyek, tetapi diberi kode tertentu.
Confidentiality
Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh subyek dijamin
oleh peneliti.
Keterbatasan
Pengumpulan data dengan
kuesioner memiliki jawaban yang memungkinkan responden menjawab pertanyaan
dengan tidak jujur atau tidak mengerti pertanyaan yang dimaksud sehingga
hasilnya kurang mewakili secara kualitatif.
Waktu penelitian terbatas,
sehingga sampel yang didapatkan terbatas jumlahnya sehingga hasilnya kurang
sempurna dan kurang memuaskan.
FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI
PESERTA PENELTIAN
Judul Penelitian : “Kecendrungan Pola Asuh Keluarga
Terhadap Anak Penyandang Autisme
Tanggal Penelitian :
No Kode Respnden :
Pewancara :
Petunjuk
Berilah tanda “V” pada kota jawaban
yang anda pilih !
A.
Karakteristik Responden
1.
Nomer Responden
2.
Jenis kelamin
laki-laki
Perempuan
3.
Pendidikan terakhir
SD
SMP
SMA
PT
4.
Jumlah anak saat ini
satu
dua
tiga
> dari tiga
5.
Keadaan anak yang dikonsulkan
di poli jiwa
pertama
kedua
ketiga
lain-lain
6.
Jenis kelamin anak yang
dikonsultasikan
laki-laki
perempuan
7.
Pekerjaan
Buruh
Swasta
PNS/ABRI
Tidak bekerja
8.
Suku bangsa
Jawa
Madura
………. (isikan)
II. Kuesioner Data Orang Tua dalam Memberikan Pola Asuh pada Anak
1.
Semua aturan yang ada di rumah
harus dipatuhi anak-anak saya
Sangat sering
Sering
Kadang-kadang
Jarang
2.
Dari pada anak saya menangis,
saya menuruti semua keinginan anak saya
Sangat sering
Sering
Kadang-kadang
Jarang
3.
Saya membiarkan anak saya
bermain (keluar rumah) dan membiarkan anak pulang sendiri
Sangat sering
Sering
Kadang-kadang
Jarang
4.
Setiap hari libur saya rekreasi
bersama anak-anak
Sangat sering
Sering
Kadang-kadang
Jarang
5.
Setiap anak-anak saya salah,
kemudian saya memarahi danmemukulnya
Sangat sering
Sering
Kadang-kadang
Jarang
6.
Saya memberikan kebebasan pada
anak saya melakukan kegiatan apa saja, asalkan anak saya senang
Sangat sering
Sering
Kadang-kadang
Jarang
7.
Anak-anak saya biarkan
bercerita semuanya
Sangat sering
Sering
Kadang-kadang
Jarang
8.
Saya menonton TV dan memilih
acara yang cocok bersama anak
Sangat sering
Sering
Kadang-kadang
Jarang
9.
Anak tidak boleh bertanya semua
apa yang saya perintahkan
Sangat sering
Sering
Kadang-kadang
Jarang
10.
Saya membiarkan anak saya
mengambil mainan kakaknya tanpa ijin karena kaka/asiknya yang harus mengalah
Sangat sering
Sering
Kadang-kadang
Jarang
11.
Saya membiarkan anak saya
beraktivitas (makan, minum, mandi) semaunya
Sangat sering
Sering
Kadang-kadang
Jarang
12.
Saya memberikan hadiah jika
anak saya bisa melakukan kegiatan sendiri (makan, berpakaian dan mandi)
Sangat sering
Sering
Kadang-kadang
Jarang
13.
Apakah orang tua memberikan
perlindungan yang lebih di setiap aktivitas anak ?
Sangat sering
Sering
Kadang-kadang
Jarang
14.
Apakah orang tua merasa
khawatir yang berlebihan terhadap keadaan anak ?
Sangat sering
Sering
Kadang-kadang
Jarang
15.
Apakah orang tua selalu
menuruti permintaan/kehendak anaknya ?
Sangat sering
Sering
Kadang-kadang
Jarang
16.
Apakah dalam memenuhi
kebutuhannya anak selalu dibantu ?
Sangat sering
Sering
Kadang-kadang
Jarang
17.
Apakah orang tua memberi
kesempatan pada anak melakukan aktivitasanya ?
Sangat sering
Sering
Kadang-kadang
Jarang
18.
Apakah orang tua menuntut anak
untuk melakukan sesuatu dengan sempurna ?
Sangat sering
Sering
Kadang-kadang
Jarang
19.
Apakah orang tua menuntut anak
tanpa pertimbangan kemampuan anak ?
Sangat sering
Sering
Kadang-kadang
Jarang
DAFTAR PUSTAKA
Adriana S. (1999), Peran Psikolog Dalam Menangani
Masalah Autisme, Yayasan Autisma Indonesia, Jakarta
Behrman, Richard E./ Nelson (1988), Ilmu Kesehatan
Anak, Alih Bahasa: Moelia Radja Siregar, Edisi 12, EGC, Jakarta
Budhiman, Melly (1998), Pentingnya Diagnosis Dini dan
Penatalaksanaan Terpadu pada Autisma, FK Unair, Surabaya
Budhiman, Melly (1999, Pentingnya Diagnosis Dini dan
Penatalaksanaan Terpadu pada Autisma Infatil, Yayasan Autisma Indonesia,
Jakarta.
Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Depkes RI (1993),
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indoensia III, Cetakan I,
Jakarta.
Kaplan dan Sadock (1997), Sinopsis-Psikiatri-Ilmu
Pengetahuan Psykiatri Klinik, Edisi VII, Bina Aksara, Jakarta.
Maramis, WF (1995), Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa,
Airlangga University Press, Surabaya.
N. Keltner, Norman L. (1991), Psychiatric Nursing,
Second ed, Mosby Year Book, USA.
Nursalam, Siti Pariani (2000), Metodologi Penelitian,
PSIK FK Unair, Surabaya.
Sastroasmoro, Sudigdo (1995), Dasar-dasar Metodologi
Klinis, Binarupa Aksara, Jakarta.
Shirataki, Sadaaki (1998), Early Detection and
Interventions for Autistic Infants, FK Unair, Surabaya.
Soetjiningsih (1995), Tumbuh Kembang Anak, EGC,
Jakarta.
Sutadi, Rudy (1997), Autisma : Gangguan Perkembangan
Pada Anak, Yayasan Autisma Indonesia, Jakarta.
Wholley dan Wong (1999), Nursing Care of Infants and
Children, Sixth edition, Mosby Inc, USA.
Widyawati, IKA (1997), Aspek Psikiatrik pada Autisma ,
Yayasan Autisma Indonesia, Jakarta.